Simphony Luar Biasa ... itulah judulnya ..
Sinopsis
Sebuah kisah dari anak - anak yang bisa bernyanyi tapi mental mereka yang kurang membuat mereka jatuh dan tenggelam dalam kisah ini .... mau ceritanya . .... selamat membaca
Jayden Valarao (Christian Bautista), musisi Filipina yang bermimpi menjadi bintang rock, hidup dengan bebas tanpa tujuan pasti. Satu malam setelah perkelahian sengit di salah satu bar di Manila, Jayden pulang dan mendapati barang-barangnya teronggok di depan rumah karena tak mampu membayar sewa. Karena tak punya tujuan, akhirnya dia memohon kepada Penelope Valarao, bibinya yang berjiwa muda, agar dapat tinggal di rumahnya. Penelope mengizinkan Jayden tinggal semalam, dengan janji bahwa dia akan segera menemukan tempat untuk ditinggali. Sang bibi juga menyarankan agar Jayden menemui ibunya, Marlina Anasazar (Ira Wibowo), yang tinggal di Indonesia sejak sang ayah meninggal. Jayden setuju pergi ke Indonesia sembari menunggu demonya diterima perusahaan rekaman yang akan menjadikannya seorang superstar.
Sesampainya di Jakarta, Jayden bertemu ibu yang sudah lama tak ditemuinya. Sang ibu ternyata sudah punya rencana untuk Jayden, yakni untuk membantunya mengajar musik di sekolah musik yang dikelolanya. Tanpa dinyana, ternyata Jayden harus mengajar mereka yang berkebutuhan khusus. Di sinilah Jayden diuji, apakah dirinya akan terus mengajar anak-anak luar biasa ini, ataukah mengejar mimpinya menjadi seorang bintang rock.
Selain anak-anak ini, Jayden pun bertemu banyak orang yang membuatnya berpikir panjang tentang hidup bebas yang tak pantas dan tak berguna, termasuk Laras (Gista Putri), instruktur dan terapis di sekolah ini, Ibu Rinjani (Ira Maya Sopha), Pak Dimas (Verdi Solaiman) yang ketus, dan banyak karakter lainnya.
Jayden Valarao (Christian Bautista), musisi Filipina yang bermimpi menjadi bintang rock, hidup dengan bebas tanpa tujuan pasti. Satu malam setelah perkelahian sengit di salah satu bar di Manila, Jayden pulang dan mendapati barang-barangnya teronggok di depan rumah karena tak mampu membayar sewa. Karena tak punya tujuan, akhirnya dia memohon kepada Penelope Valarao, bibinya yang berjiwa muda, agar dapat tinggal di rumahnya. Penelope mengizinkan Jayden tinggal semalam, dengan janji bahwa dia akan segera menemukan tempat untuk ditinggali. Sang bibi juga menyarankan agar Jayden menemui ibunya, Marlina Anasazar (Ira Wibowo), yang tinggal di Indonesia sejak sang ayah meninggal. Jayden setuju pergi ke Indonesia sembari menunggu demonya diterima perusahaan rekaman yang akan menjadikannya seorang superstar.
Sesampainya di Jakarta, Jayden bertemu ibu yang sudah lama tak ditemuinya. Sang ibu ternyata sudah punya rencana untuk Jayden, yakni untuk membantunya mengajar musik di sekolah musik yang dikelolanya. Tanpa dinyana, ternyata Jayden harus mengajar mereka yang berkebutuhan khusus. Di sinilah Jayden diuji, apakah dirinya akan terus mengajar anak-anak luar biasa ini, ataukah mengejar mimpinya menjadi seorang bintang rock.
Selain anak-anak ini, Jayden pun bertemu banyak orang yang membuatnya berpikir panjang tentang hidup bebas yang tak pantas dan tak berguna, termasuk Laras (Gista Putri), instruktur dan terapis di sekolah ini, Ibu Rinjani (Ira Maya Sopha), Pak Dimas (Verdi Solaiman) yang ketus, dan banyak karakter lainnya.
Catatan
Cerita terinspirasi dari sebuah artikel yang menceritakan sebuah kelompok orkestra yang terdiri atas anak-anak berkebutuhan khusus dari sebuah sekolah musik di Beijing, China.Christian Bautista dan Maribeth Pascua adalah penyanyi Filipina yang cukup populer di Indonesia.
Setelah beberapa kali mengalami penundaan
masa rilis – awalnya akan dirilis di Indonesia pada bulan Maret 2011
sebelum dipindahkan ke bulan Agustus 2011 dan untuk kemudian tayang
terlebih dahulu di Filipina dengan judul Jayden’s Choir – Simfoni Luar Biasa
akhirnya justru menemui masa rilisnya pada akhir September 2011.
Menampilkan akting penyanyi asal Filipina, Christian Bautista, Simfoni Luar Biasa
harus diakui bukanlah sebuah film yang mampu menawarkan sesuatu yang
baru dalam jalan ceritanya. Berkisah mengenai seorang pemuda yang
menemukan jati dirinya dengan menjadi seorang pengajar musik bagi
sekelompok anak-anak berkebutuhan khusus, Simfoni Luar Biasa terlihat seperti perpaduan dari film Perancis, The Chorus (2004), dan serial televisi Glee
dengan tanpa kehadiran akting meyakinkan para pemerannya, penggarapan
maksimal dari para produsernya, lagu-lagu yang memikat serta naskah
cerita yang mampu berjalan menarik.
Bautista memerankan sang karakter utama,
Jayden, seorang musisi asal Manila, Filipina yang sedang berusaha untuk
menemukan jalan kesuksesannya namun terbentur dengan kenyataan hidup
yang begitu sulit. Atas saran bibinya, Helena (Maribeth), Jayden
kemudian berangkat ke Jakarta, Indonesia untuk tinggal bersama ibunya,
Marlina (Ira Wibowo), yang sebenarnya telah tidak pernah ia temui lagi
selama dua puluh tahun terakhir. Mengetahui bahwa Jayden adalah seorang
musisi yang sebenarnya cukup berbakat, Marlina, yang merupakan seorang
pembina yayasan sebuah sekolah luar biasa, kemudian menyarankan Jayden
untuk menjadi seorang tenaga pengajar sementara di kelas musik di ekolah
tersebut.
Seperti yang dapat diduga, Jayden menemui
masa-masa sulit untuk beradaptasi dengan anak-anak berkebutuhan yang ia
temui di sekolah tersebut. Ini belum lagi ditambah dengan sifat tidak
bersahabat yang ia terima dari Dimas (Verdi Solaeman), seorang pengajar
lain di sekolah luar biasa tersebut yang menilai keberadaan Jayden
hanyalah karena faktor nepotisme belaka. Walau sempat menyerah, Jayden
akhirnya berhasil untuk sedikit demi sedikit menemukan jalannya dalam
berusaha mengarahkan setiap anak yang berada di kelasnya. Ia bahkan
berhasil memimpin mereka untuk mengeluarkan bakat vokal yang mereka
miliki sehingga ia mampu membentuk sebuah kelompok paduan suara.
Keberhasilan Jayden tersebut mengundang perhatian sebuah kompetisi
paduan suara tingkat regional yang kemudian mengundang para murid Jayden
untuk ikut berkompetisi.
Dalam sebuah catatan produksi disebutkan bahwa jalan cerita Simfoni Luar Biasa
terinspirasi dari sebuah kelompok paduan suara serupa di Beijing,
China, dimana penggunaan musik sebagai alat pembelajaran bagi anak-anak
berkebutuhan khusus menjadikan mereka mampu mengembangkan jalan
pemikiran dan tingkah laku mereka dengan lebih baik. Sebuah inpirasi
yang sangat mulia. Namun sayangnya, Simfoni Luar Biasa sangat
jauh dari kesan mulia tersebut. Naskah cerita yang ditulis oleh Awi
Suryadi bersama dengan Maggie Tiojakin tidak lebih adalah sebuah naskah
cerita komersial dengan terlalu banyak sentimentalitas cerita yang
seperti berniat untuk dapat memberikan inspirasi maupun menyentuh emosi
mendalam kepada setiap penontonnya namun gagal karena dieksekusi dengan
cara yang terlalu datar dan biasa.
Semua unsur cerita yang dapat Anda
harapkan dari sebuah kisah mengenai ‘seorang karakter yang dengan
terpaksa melakukan sebuah pekerjaan namun kemudian menemukan dirinya
jatuh cinta terhadap pekerjaan tersebut sekaligus menemukan jati diri
yang sebenarnya’ dapat ditemukan pada Simfoni Luar Biasa. Mulai
dari bagaimana penggambaran permasalahan pribadi Jayden, tantangan yang
ia hadapi, niatnya untuk menyerah, sebuah inspirasi yang tidak sengaja
datang dan membangkitkan kembali semangatnya – dengan menyaksikan
sekelompok anak dibawah umur yang tampil dengan tata rias yang begitu
tebal ketika menyanyikan lagu Pelangi – hingga penyelesaian
akhir dimana ia harus meninggalkan apa yang kini telah begitu ia cintai
demi sebuah cita-cita yang semenjak dahulu ia dambakan. Di tangan
beberapa sutradara berkemampuan khusus, naskah klise ini akan mampu
terlihat ‘inspirasional’ dan ‘menyentuh.’ Di tangan Awi Suryadi,
sayangnya, deretan kisah tersebut tampak murni hanya sebagai kisah yang
‘komersial’ dan cenderung datar.
Awi juga terkesan ingin memburu jalan
cerita dengan menghilangkan beberapa proses perjalanan cerita. Lihat
saja bagaimana proses adaptasi bahasa karakter Jayden terhadap bahasa
baru sebagai alat komunikasinya. Atau bagaimana anak-anak berkebutuhan
khusus yang ia latih menghafal lagu-lagu yang ia berikan untuk kemudian
ditampilkan di hadapan khalayak ramai. Jika pada film-film musikal lain
proses tersebut menjadi sebuah jaln tersendiri bagi penonton untuk lebih
dapat menikmati tampilan musikal di sebuah film atau untuk lebih
mengenali lagi karakter yang ada dalam sebuah jalan cerita, maka Awi
Suryadi telah kehilangan sebuah poin penting dalam menampilkan jalan
ceritanya.
Yang juga mengecewakan adalah bagaimana
Awi menangani pengembangan setiap karakter di film ini, khususnya
karakter anak-anak berkebutuhan khusus yang seharusnya mendapatkan fokus
yang sedikit lebih banyak dari apa yang ditampilkan di film ini. Awi
juga gagal untuk menghasilkan kemampuan akting yang mengesankan dari
para aktor dan aktris muda pemeran anak-anak berkebutuhan khusus
tersebut. Beberapa memang tampil cukup meyakinkan, namun kebanyakan
terlihat tidak autentik dalam memerankan karakter mereka. Tampilan
musikal yang mereka tampilkan juga kurang begitu mengesankan. Awi
sepertinya harus lebih banyak belajar dari Britney Spears mengenai
bagaimana dapat tampil lipsync namun dengan penampilan layaknya seorang penyanyi yang tampil dengan vokal live.
Tidak hanya karakter anak-anak berkebutuhan khusus, setiap karakter di Simfoni Luar Biasa
juga gagal mendapatkan penggalian cerita yang mendalam. Lihat saja
bagaimana karakter Dimas – yang diperankan dengan baik oleh Verdi
Solaiman – yang ditampilkan begitu membenci Jayden namun tidak pernah
diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan mendalam mengapa ia
bersikap begitu. Begitu juga karakter Helena yang diperankan Sophie
Navita. Awalnya ditampilkan sebagai wanita penggoda bagi Jayden, namun
lama-kelamaan karakternya tenggelam begitu saja seiring dengan
berjalannya cerita. Kehadiran Jayden di tengah-tengah keluarga barunya
juga tidak pernah mendapatkan porsi cerita yang sesuai. Jayden bahkan
sama sekali jarang digambarkan menghabiskan waktu bersama mereka – hal
yang sebenarnya tidak akan menjadi masalah besar jika saja di akhir
film, karakter ayah tirinya Hans tidak berkata bahwa kehadiran Jayden
telah memberikan ‘kebahagiaan’ dan ‘perubahan positif’ dalam
keluarganya.
Simfoni Luar Biasa sendiri
bukanlah kali pertama Christian Bautista berakting. Di negara asalnya,
Bautista juga dikenal sebagai seorang bintang film yang juga membintangi
beberapa serial televisi. Penampilan Bautista dalam Simfoni Luar Biasa tidak mengecewakan. Chemistry
yang ia jalin dengan para lawan mainnyalah yang menjadi masalah utama
di film ini. Bautista sama sekali tidak terlihat pas untuk disandingkan
dengan setiap pemeran lain Simfoni Luar Biasa yang kemudian seringkali menciptakan suasana ackward
antara dirinya dengan siapapun yang sedang berbagi adegan dengannya.
Jelas permasalahan besar mengingat Bautista merupakan pemeran karakter
utama dan membuat karakternya menjadi kurang begitu dapat dipercaya.
Tidak ada penampilan yang istimewa di Simfoni Luar Biasa.
Yang cukup mengganggu mungkin adalah penampilan dari Valerie Thomas
yang memerankan adik tiri Jayden, Carissa. Valerie seringkali terlihat
kaku dalam dialog dan mimik wajah yang ia sampaikan. Karakter sahabat
Jayden, Bimo, juga seringkali ditampilkan secara over the top
oleh Stanley Saklil, yang membuat karakter tersebut seringkali terlihat
sebagai karakter yang mengganggu daripada terlihat sebagai seorang
sahabat yang selalu setia mendampingi temannya. Karakter (hampir
digambarkan sebagai) love interest bagi karakter Jayden, Laras,
yang diperankan oleh Gista Putri juga tampil tidak maksimal, walaupun
sepertinya hal tersebut terjadi karena karakter Laras juga tidak
diberikan pendalaman karakter yang luas.
Sebagai sebuah tayangan yang mengandung tampilan musikal, harus diakui lagu-lagu yang diaransemen ulang untuk ditampilkan dalam Simfoni Luar Biasa cukup mampu memberikan momen-momen menyenangkan dalam film ini. Kidung milik Chrisye dan Imagine milik John Lennon berhasil ditampilkan kembali dengan baik. Christian Bautista juga memberikan sumbangan vokal lewat lagu I’m Already King yang harus diakui mampu dimanfaatkan dengan baik mengikuti alur cerita film dan menjadi highlight sendiri dalam Simfoni Luar Biasa setiap lagu terebut dihadirkan di dalam jalan cerita.
Sebenarnya wajar saja jika Simfoni Luar Biasa
ingin tampil sebagai sebuah film yang sentimental. Sayangnya, naskah
cerita dan cara Awi Suryadi mengeksekusinya membuat kandungan emosional
tersebut menghilang dan menjadikan Simfoni Luar Biasa terasa
datar. Awi juga terkesan tidak begitu mempedulikan detil pengarahan
cerita dan lebih mementingkan untuk segera menampilkan hasil akhir
cerita daripada proses untuk menuju kesana. Tidak ada yang istimewa dari
departemen akting dan tata produksi. Christian Bautista tidak
mengecewakan dalam debut akting internasional perdananya, walaupun chemistry yang ia hasilkan bersama para lawan mainnya cukup kurang dapat terasa. Masih cukup dapat dinikmati.
cuplikan dari film tersebut :
cuplikan dari film tersebut :
0 comments:
Post a Comment